Senin, 09 Mei 2011

Pengungkapan Berbagai Macam Hal dengan Filsafat


Sebenarnya memahami sebuah ilmu dengan pendekatan filsafat merupakan cara sendiri-sendiri, karena ilmu itu sudah ada dipikiran kita masing-masing dan ilmu itu berbeda satu sama lain dipikiran kita, apa yang kita pikirkan belum tentu ada dipikiran orang lain. Ilmu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Kita akan membahas satu per satu hubungan antara bagian-bagian ilmu itu.
1.      Hakekat dari hakekat (ontologi)
Manusia hanya berusaha untuk mengetahui hakekat dari apapun. Dan sebuah kata-kata tak cukup untuk menggambarkan yang ada dan yang mungkin ada, karena didunia ini hanyalah Tuhan yang tahu akan sesuatu hal.
2.      Hakekat dari sebuah cara (epistimologi)
Inilah level kita yang mempunyai arti. Telah dijelaskan dalam sebuah buku yang berjudul “kebenaran metoda” yang berusaha mengungkap hakekat dari sebuah cara. Antara cara (epistimologi) dan hakekat (ontologi) tidak bisa dipisahkan. Dan buku kebenaran metoda itu menghasilkan hermenetika modern. Ketika orang ingin mengetahui kebenaran akan metoda, maka ia harus mempelajari hakekatnya terlebih dahulu.
3.      Hakekat tentang baik buruk (aksiologi)
Didunia ini, segala sesuatu merupakan dimensi, yang terbagi kedalam dimensi formal, dimensi material, dimensi spiritual, dan dimensi normatif. Dan metode untuk menggapai hakekat itu sendiri terbagi antara pikiran dan hati. Ketika kita bicara tentang pikiran, maka metode yang tepat adalah filsafat. Dan ketika kita berbicara hati maka metode yang digunakan adalah tarekat. Namun untuk mengungkapkan baik buruknya tentang sesuatu ada bermacam-macam metode yang digunakan, tergantung dengan situasi yang dihadapi. Misalnya untuk kasus Obama dan Osama, digunakan metode kritikan terhadap mereka. Tapi disini sangatlah sulit untuk mengkritik orang yang berkuasa.


4.      Baik buruknya hakekat
Disini mempunyai arti bahwa baik buruknya tentang hakekat adalah menyangkut Tuhan. Ketika kita memperbincangkan Tuhan, tempat ibadahlah yang tepat.
5.      Baik buruknya tentang sebuah cara
Aksiologi tentang epistimologi adalah etikanya sebuah cara, tentang etik dan estetikanya sebuah metode dari sebuah aksiologi itu sendiri. Baik buruknya tentang baik buruk itu sendiri contohnya bisa kita lihat dalam resepsi pernikahan dalam ritual Jawa, yang menyampaikan sebuah kebaikan dengan cara yang baik pula, antara yang satu dengan yang lainnya dalam ritual Jawa itu tidak dapat dipisah-pisah.

Berikut ini disajikan sebuah tabel mengenai hakekat, cara, dan baik buruknya suatu hal dalam sebuah acara pernikahan adat jawa.

Ontologi
Epistimologi
Aksiologi
Ontologi
Orang berusaha untuk mengetahui hakekat dari dilangsungkannya sebuah acara akad nikah
Orang bebas memilih sebuah acara pernikahan dilangsungkan dengan adat yang mereka inginkan.
Orang berusaha mengetahui hakekat dengan adanya acara “saling bertukar makanan&minuman”.
Epistimologi
Sebuah acara pernikahan di berbagai daerah dilangsungkan berbeda-beda sesuai dengan adatnya masing-masing.
Ketika seorang “istri” meminta adat pernikahan jawa sementara “sang suami” meminta adat pernikahan sunda, maka adat kedua daerah tersebut bisa dipakai.
Ketika dilangsungkannya sebuah ritual “orang tua mengantar anaknya sampai ke pelaminan”, orang ingin mengetahui apa maksud yang terkandung didalamnya.
Aksiologi
Orang ingin mengetahui hakekat dari dilangsungkannya acara “sungkeman” kepada orang tua.
Orang berusaha untuk mengungkap apa yang terkandung didalam ritual “menginjak telur”, apakah ada cara lain selain “diinjak”.
Orang berusaha untuk mengungkap maksud yang terkandung didalam ritual “pengantin wanita menjemputr pengantin pria sebelum mereka duduk di pelaminan”.


Terkadang kita pernah mengalami mimpi didalam mimpi. Dalam pengungkapan filsafat hal itu disebut sebagai infinit regress, yang mana disana tak berujung, dan ketika sampai di sebuah ujung yang tak berujung, kita tidak bisa kembali lagi. Disini berfilsafat merupakan sebuah kegiatan mengenai olah pikir, yang berarti segala macam bentuk yang ada didalamnya dipelajari.

Tindakan manusia mempunyai batasan. Ketika kita menanyakan batas sebuah pikiran ada dimana, jawabannya adalah doa. Secara lebih lengkap bisa dijabarkan seperti ini. Batas dari tindakan kita adalah tulisan, batas dari tulisan adalah pikiran, dan batas sebuah pikiran adalah doa, dan doa merupakan batas tertinggi dalam diri manusia. Doa meliputi semua. Seperti yang telah dijelaskan diatas, batas pikiran ada didalam hati. Ketika orang tidak membatasi pikirannya, maka ia tidak percaya akan adanya Tuhan.
Pikiran menyangkut semua hal, termasuk mitos. Mitos itu sendiri mempunyai arti sempit, luas, dangkal, dan dalam.misalnya ketika orang menyebut bahwa sebuah pohon ada “penunggunya”, itu merupakan mitos dalam arti sempit, yang sebenarnya kalau ditelusur lebih jauh bahwa orang yang punya lah yang menyebarkan isu tersebut agar menimbulkan rasa takut pada yang lain. Ada berbagai macam cara untuk mendefinisikan mitos bagi orang dewasa. Bagi mereka, semua cerita yang berkembang hanyalah mitos belaka sebagai ilmu karena tidak semua mitos dinilai buruk.

Ketertarikan seseorang untuk mempelajari suatu ilmu filsafat berawal dari sebuah diskusi mengenai tata surya dengan “mengapa-mengapa” yang memunculkan rasa penasaran. Dengan berfilsafat, ada sesuatu perasaan yang lebih yang kita rasakan, rasa kritikal ada dalam diri kita. Berfilsafat itu menggunakan bahasa analog yang menyebabkan dunia bisa dirangkum dalam filsafat. Untuk mempelajari filsafat itu sendiri menggunakan referensi yang ada untuk menghubungkan satu dengan yang lain dengan mengaitkan tesis-antitesis yang tidak lain tidak bukan adalah hidup diri sendiri dengan berbagai komponen.

Matematika itu bersifat tidak netral. Ketika sebuah nilai dua dijumlahkan dengan nilai tiga akan menghasilkan nilai lima, yang akan bernilai benar jika nilai-nilai itu terbebas dari ruang dan waktu. Ketika memperlihatkan waktu, nilai dua belum tentu samadengan dua, dua yang pertama dan dua yang kedua dalam filsafat bernilai beda.

Hantu RSBI
Ketika kita telah memiliki ilmnu spiritual yang tinggi, sesuatu hal yang dianggap kecil pun harus didoakan. Dan ketika kita telah terjaga hati dan pikirannya, maka kita akan tajam untuk merasakan sesuatu hal.

Bahasa yang tepat dalam filsafat untuk menyebutkan keagungan Tuhan adalah sesuai dengan agama masing-masing. Karena didalam filsafat pun kita tetap berhubungan dengan Tuhan masing-masing.

Terkadang kita memikirkan suatu hal yang belum tentu dapat kita raih atau dalam arti lain disebut dengan berkhayal.  Sebuah khayalan merupakan sebuah pikiran dan berpikir itu sendiri diawali dengan kesadaran yang diikuti oleh “tentang”, yang berarti sadar tentang hal apa, bisa berarti sadar keluar atau kedalam, yang semuanya itu merupakan sebuah refleksi dalam filsafat. Dan berkhayal itu sendiri adalah cara berlogika tanpa pengalaman dengan separuh dunia.

Sebuah cara yang tepat untuk mensintetiskan hati, pikiran, dan tindakan adalah dengan cara masing-masing. Karena didalam filsafat, dunia filsafat kita berbeda dengan dunia filsafat mereka, kita lah yang menentukan sendiri apa saja yang menjadi bagian dalam filsafat kita.

Peran dan pengaruh bahasa dalam filsafat sangatlah besar. Karena selama ini kita berfilsafat melalui bahasa, yang tidak lain tidak bukan bahasa adalah duniaku. Bahasa berkaitan dengan subjek dan predikat, dan dalam satu kalimat pasti ada yang menjadi subjek dan predikat. Dalam bahasa, ada pula hukum identitas yang menyebutkan bahwa A=A. akan tetapi hukum identitas menjadi sebuah kontradiksi ketika telah diucapkan. Dan bahasa tidak akan mampu menjelaskan pikiranku. Bahasa filsafat berada pada tingkatan tinggi yang menggunakan common sense. Dan dalam bahasa itu sendiri ada yang dikembangkan sehingga menghasilakan struktur bahasa dan struktur matematika dalam dunia matematika, sehingga tidak lain tidak bukan matematika adalah bahasa, bahasa yang mempunyai makna ganda. Hubungan bahasa dengan filsafat dalam Sastra Jawa disebut dengan Sastra Gending.
Bahasa telah dipelajari oleh beberapa tokoh filsafat, salah satunya adalah Immanuel Kant. Menurut Immanuel Kant, subjek dan predikat dianalisis dengan dua hukum yaitu identitas dan kontradiksi. Matematika aksiomatis secara bahasa dimulai dari definisi, sedangkan matematika murni dipandang sebagai hukum ilmu dan bukan sebagai ilmu karena tidak mempunyai kontradiksi.

Perasaan seseorang ada bermacam-macam. Salah satu yang dirasakannya adalah kebahagiaan dan kesedihan. Kebahagiaan dan kesedihan itu merupakan predikat yang menjadi subjek. Dan ukuran kebahagiaan itu sendiri tergantung ruang dan waktu, bagaimana cara untuk memperolehnya, mengutarakannya dan sebagainya.

3 komentar: